Menyeduh Kopi di Bawah Air Terjun “Undak Manuk Jepara”

19.05 Azwar Aff 0 Comments


Weekend, Sabtu 18 Maret 2017. Seminggu terakhir ini aku disibukan dengan kegiatan UASBN. Maklum lah udah kelas 12. Seperti biasa setiap weekend aku selalu menyempatkan setidaknya satu hari untuk travelling. Kali ini aku berkesempatan mengunjungi destinasi wisata alam yang belum dikelola pemerintah atau masyarakat sekitar alias masih perawan. Ojo ngeres lho. Warga sekitar memberinya nama “Air Terjun Undak Manuk”, dan aku nggak tahu artinya selain “manuk” adalah burung. Berlokasi di Dukuh Gowa, Blingoh, Donorojo, Jepara (di Tengah Hutan).

Untuk menuju desa Blingoh bisa ditempuh kurang lebih 45 menit dari kota Jepara. Desa ini berada di ujung timur kota Jepara. Teruslah menuju timur kota, kalian nanti akan melewati Kec Mlonggo, Bangsri, Kembang. Setelah melewati Kec Kembang nanti akan ada pertigaan Advertisement place dari Benteng Portugis. Ambil kiri. Sekitar 3  Km ada pertigaan gapura pembatas desa (warnan Hijau) silahkan ambil kanan. Oh ya saat aku kesana sedang ada perbaikan jalan. Jadi aku harus memutar jauh untuk menuju Blingoh. Setelah pertigaan gapura, jalan yang kalian lewati adalah bebatuan yang terjal dan jangan harap kalian akan nyaman di atas kendaraan. Penuh perjuangan dan konsentrasi untuk melewati medan. Dan sialanya kalau berbarengan dengan hujan. 20 menit berkendara nanti akan ada pertigaan. Silahkan ambil kanan dan ikuti jalan sampai menemukan Vihara Shima Kalingga. Dan ambil kanan lagi. Setelah itu silahkan tanyakan pada warga sekitar dimana letak  Air Terjun “undak Manuk Jepara”.  Kalu kalian tersesat sebelum sampai sini. Tanyakan saja dimana Dukuh Gowa, Blingoh. Insyallah ketemu.



Setelah aku sampai di Dukuh Gowa tiba-tiba ada orang yang menghentikan rombongan. Orang ini berpura-pura menjadi petugas penjaga yang memintai kami uang. Untuk biaya masuk katanya. Padahal di lokasi sama sekali tidak ada tanda-tanda wisata ini di kelola. Maka dengan negoisasi yang alot tanpa menyakiti hati si penipu ini kami berhasil lewat tanpa membayar. Dan inilah salah satu pembelajaran penting dari travelling yang tidak akan pernah diajarkan didalam kelas. Menghadapi seorang penipu dengan negoisasi. Jalan beraspal yang kami lalui sudah di ujung. Tiba-tiba ada warga yang sudah berumur memanggil kami, “ape reng ndi nang”. Sapa mbahnya. “Kulo badhe ing Air Terjun mbah”. Posisi kami masih diatas motor. “nek motor iku rak iso lewat nang, motormu titipke kene ae. Rak bakal bakal ono maling motor neng kene”. Kami mulai berhitung dengan rombongan. Satu dua setuju untuk menitipkan kendaraan di rumah warga. Satu dua lagi keberatan. Rombongan kami delapan orang dengan dua perempuan diantaranya. Dan keputusan diambil. Motor dititipkan. Kami mulai memasukan hutan berbekal petunjuk lisan dari Mbah.






Kata Mbah, kami hanya di intruksikan terus menuju selatan hutan dan dengarkan gemericik air terjunnya. Menelusuri jalan setapak sekitar dua puluh menit. Kami belum menemukan tanda-tanda keberadannya. Hanya suara burung yang terdengar indah juga Orkestra jangkrik yang masih sibuk mencari nadanya. Setengah jam sudah kami memasuki hutan yang entah apa namanya. Dan belum ada hasil. Mencoba bertanya kepada satu dua petani. Jawabannya sama kami hanya disuruh menuju ke selatan. Ternyata eh ternyata kami sudah jauh di dalam hutan. Kami tersesat. Wajah-wajah lelah rombongan mulai nampak. Tinggal menuggu waktu mereka akan meminta kembali pulang. Tapi ketua rombaongan kami. Zulfan. Adalah orang yang punya keyakinan bahwa kami akan segera menemukan si “Undak Manuk” ini. Dia memerintahkan kami untuk menyebar mencari jalan setapak lain yang mungkin bisa dilewati menuju selatan. Waktunya 10 menit dan harus kembali ke titik awal. Dan kalian tau hasilnya?. Nihil. Yaa kami tersesat.

Posisi kami saat itu berada di puncak bukit. Sedikit untuk melepas lelah. Tuhan memberikan pemandangan yang luar biasa. Kami bisa melihat indahnya hamparan pasir Pantai Benteng Portugis, tumpukan bebatuan gunung kapur, juga PLTU yang terlihat seperti mainan anak-anak. Indahnya Jeparaku jika dilihat dari segi yang indah juga. Tak terasa dua jam sudah kami ditengah hutan. Persediaan air minum kami mulai menipis. Kami harus bergegas menemukan air terjun juga mata air. Saat harapan mulai hilang. Tiba-tiba ada seorang petani mengahampiri kami. Zulfan sang ketua rombongan menjelaskan kenapa kita bisa tersesat ditengah hutan. Lima menit berdiskusi, akhirnya petani tadi berbaik hati mengantarkan kami sampai gerbang perawan menuju air terjun Undak Manuk. Kami berterima kasih dan mengucapkan salam hangat.
Akses menuju air terjun benar-benar masih perawan. Warga sengaja tidak membuat jalan setapak menuju kesana agar tetap lestari. Itu kata Pak Tani tadi lho ya. Zulfan sebagai ketua rombongan turun tangan membuat jalan dengan membabat beberapan rerumputan yang menghalangi kami. Ini pengalamnan yang seru. Karena aku pertama kali melihat cara membuka jalan di hutan. Adalah sekitar dua puluh menit kami berjalan. Dari kejauhan terlihat suguhan atraksi yang sungguh memesona. Air terjun Undak Manuk telah muncul. Suara khas air terjun membuat lelah kami menjadi kebahagiaan. Rombongan yang tadinya bosan menjadi antusias bukan main. Semua perjuangan kami terbayar tuntas bahkan lebih.

Sesampainya di air terjun kami langusng mendirikan sholat dzuhur lalu menyalakan kompor portable, memasak kopi bagi perempuan dan loncat dari ketinggian bagi kami anak laki-laki. Berdiri dibawah air terjun dan meraskan bak relaksasi dipijat-dipijat geli. Hmmm brrrrr. Pijatan dari alam tidak akan pernah tertandingi oleh tukang pijat manapun di dunia. Lelah kami hilang terbawa arus. Seruan dari anak perempuan bahwa kopi telah siap membuat kami menghentikan prosesi relaksasi. Sebuah kopi hangat di nikmati di bawah air terjun setinggi 50 meter dengan tampias air yang membasi wajah inilah surge dunia versi kami.

Karena cuaca mulai menunjukan tanda-tanda akan turun hujan. Cukup setengah jam saja kami menikmati air terjun. Kami bergegas memberesakan peralatan memasak dan baju-baju juga sampah yang tidak boleh tertinggal. Kami harus segera pulang sebelum hujan turun. Tapi apa mau dikata, di tengah perjalanan, hujun turun dengan derasnya. Dengan mengambil beberapa helai daun pisang kami menerobos hujan. Apakh kami akan marah kepada alam dengan turunnya hujan?. Ah tidak elok rasanya ketika kita sudah menikmati alam lalu kami mencaci makinya. Kata Zulfan “Hujan adalah anugerah bagi setiap segi kehidupan, maka rasakanlah setiap tetes airnya yang masih bersahabat ini. Sebelum nanti hujan menjadi musuh nyata karena ulah kita umat manusia”. Namun kejutan terjadi lagi.








“lho baru kembali dari air terjun ya?”. Sapa petani yang bertemu kami di jalan. “Kalian mau kembali ke Desa?”. Bahasanya aku terjemahkan. Zulfan menjawab “iya Pak”. “lho kalian jangan lewat sini. Kalau lewat sini kalian akan memutari bukit dan butuh berjam-jam sebelum kembali desa. Kalian ikuti saja jalan setapak ini dan jangan pernah berbelok”. Kami mengangguk. Adalah dua puluh menit kami berjalan sesuai arahan. Kampung tempat penitipan sudah terlihat. Kami saling pandang sesaat dan tertawa lebar karena kebodohan kami yang harus memutari bukit dulu untuk menuju air terjun. Padahal kalau sesuai rute, hanya butuh dua puluh menit untuk sampai di gerbang perawan Air Terjun Undak Manuk. Kami semua tidak pernah menyesal dengan tersesat. Karena dengan tersesat kami bisa berdiri diatas bukit dan melihat betapa indahnya kota Jepara. Memang inilah sejatinya pembelajaran travelling. Banyak menemukan hal baru disaat ujian hidup datang.

Azwar, 17 Tahun
Calon Petinggi

0 komentar:

Gardu Pandang Bukit Jehan yang Memesona

06.47 Azwar Aff 0 Comments


Full Day School baru-baru ini memang memanjakan siswanya, bagaimana tidak sabtu minggu kita diberi waktu istirahat yang menurutku itu lebih dari cukup. Weekend kali ini, tepatnya 11 Maret 2016. Seperti biasanya, travelling. Tujuan travelling hari ini adalah Gardu Pandang Bukit Jehan yang ada di desa Kunir, Keling, Jepara.
Tempat wisata ini tergolong baru dan belum diresmikan. Menurut desas-desus yang beredar tempat wisata ini akan resmi 2018 mendatang. Pembangunan akses hingga tempat oleh-oleh terus dikebut agar target tercapai. Mari kita doakan proyek positif ini tidak berujung negatif oleh segelintir oknum biadab. Aku dan teman-temanku kelas dua belas yang sebentar lagi akan menghadapi ujian merasa perlu untuk refreshing daripada hanya berdoa di depan makam dan meminta kepada selain Allah. Sungguh memprihatinkan.
Aku berangkat dari rumah selepas sholat subuh, menghampiri satu dua teman yang satu arah dengan tujuan lalu melanjutkan perjalanan. Yang namanya masih proses pembangunan dan belum diresmikan maka akses menuju Bukit Jehan sulitnya bukan main apalagi selepas hujan begini.
Kalau kalian dari arah Jepara teruslah ke Timur menuju Kec Kembang dan ikuti jalan utama sampai  di Kec Keling. Belok kanan setelah SMPN 1 Keling, sekitar 5 KM dari belokan pertama, skill drivermu akan di uji. Kamu tidak akan kesasar karena di pinggir-pinggir jalan sudah ada petunjuk arah sampai tempat parkir motor. Jalan yang akan kalian lewati adalah setapak yang dibalut dengan bebatuan agar motor tidak selip, tapi apa mau dikata jika hujan turun. Bebatuan yang tujuan awalnya agar tidak selip malah menjadi petaka karena sangat licin. Aku dan Iqbal sampai terjatuh bebrapa kali dari motor karena gagal menyeimbangkan. Tanjakan yang kurang lebih 75 derajat, aku menyarankan kamu jangan pakai matic kalau masih sayang sama motormu. Sekitar 45 menit skill mengendari motor di uji akhirnya kami sampai di pintu masuk tempat wisata Bukit Jehan. Dan karena terlalu pagi maka kami bisa masuk gratis karena yang jaga masih tidur. Boom.

Setelah dari tempat parkir, kalian akan memasuki hutan dan berjalan kaki sekitar 30 menit untuk mencapai Bukit Jehan. Tanyalah ke warga sekitar untuk menunjukan arah jika tersesat di hutan. Karena menurutku warga disana sangat ramah dan sopan kepada siapapun. Terjatuh beberapa kali, basah kena tampias air embun, kaki kotor tercebur parit-parit kecil menambah seru disetiap langkah mendaki Bukit Jehan. 30 menit berlalu, gardu pandang yang menggoda sudah nampak. Kami bergegas berlari untuk segera mencoba gardu pandangnya yang sempat trending di media social. Ada banyak gardu pandang disini mulai yang muat 3 orang, tiga orang sampai satu keluarga.



Sungguh indah maha karya Tuhan. Aku terduduk di atas gardu pandang dan memandang luasnya dunia dengan membandingkannya betapa kecil diriku. Dari atas sini kita bisa melihat keseluruhan Kota Jepara dan juga sepanjang garis pantainya. Wow keren kan mas bro, makanya ayo travelling biar kita tambah bersyukur. Mensyukuri nikmat Tuhan menurutku lebih baik daripada kamu berdoa di atas makam dan meminta kepada selain Tuhan. Tapi kalian harus tetap berhati-hati ya karena disini tidak ada  asuransi jika terjatuh dari atas tebing. Tidak ada juga safety belt untuk pengunjung anak-anak dan lansia. Disarankan agar tetap waspada dan selalu fokus.







Namun sayang seribu sayang. Saat aku mulai nanjak ke Bukit Jehan banyak berserakan sampah plastik baru dan aku yakin itu ulah anak-anak alay yang ngebet hits tanpa memperhatikan kelestarian lingkungannya. Hal semacam ini seperti sudah menjadi rumus ketika ada tempat wisata yang sedang naik daun maka sampah juga mulai menggunung. Ayolah kita berpikir panjang untuk menjaga alam, apa kalian mau kalau suatu saat alam akan marah karena ulah senonoh dan tidak bertanggung jawab. Kalau bawa sampah naik keatas ya jarus bertanggung jawab di bawa turun lagi kebawah. Banyak juga aku temukan kertas bekas tulisan-tulisan alay yang nggak mendidik dan grammarnya kocar kacir. Ya mungkin sekedar di translate tanpa di check. Sungguh memprihatinkan. Ayolah kawan, mari dijaga aset luar biasa milik bersama ini, toh nanti yang untung kita sendiri kalau alam bersahabat dengan kita. Semoga kedepannya Gardu Pandang Bukit Jehan ini semakin berbenah agar wisatawan bisa nyaman di atas gardu pandangnya. Dan tak lupa terimakasih juga kepada teman-temanku Zulfan, Iqbal, Dimas dan Yusuf yang sudah menamani perjalanan penuh makna ini. Sekali lagi terimaksih.

Azwar, 17 tahun

Calon Petinggi

0 komentar:

Indahnya Air Terjun di Jepara

00.29 Azwar Aff 0 Comments

Mungkin artikel ini sangat-sangat telat namun tak apalah yang peting bisa nulis. Semester 5 sudah berakhir dan itu berarti satu semester lagi kita akan lulus dengan bahagia bangga amiin. libur tengah semeter benar-benar aku coba untuk menfreshkan pikiran dari penatya rutinitas duniawi. Dialah Zulfan Fajar yang selalu ingin melakukan perjalanan menemukan keindahan alam yang tersembunyi. yappp kali ini dalam dua hari berturut ia ingin mengunjungi dua air terjun yang luput dari pantauan pemburu keindahan. Tempat yang dituju adalah Air Terjun Setatah (Batealit) dan Sendang Sinatah (Pendem) Jepara.
     Air Terjun Setatah terletak di Kec Batealit. Kalau dari Jepara kalian bisa menuju ke arah kampus UNISNU dan ikuti jalannya sampai kalian tiba Kec. Batealit. Tidak akan ada penunjuk jalan menuju air terjun ini, kalian coba tanyakan saja ke warga sekitar yang kemungkinan bisa memberi petunjuk lebih lanjut. kalau seingat saya itu di pertigaan kiri jalan.


       
     Air Terjun Sendang Sinatah berada di Desa Pendem Kec. Kembang Kab. Jepara. Kalau dari arah Bangsri terus ke Timur mengikuti jalan sampai memasuki Kec Kembang. Untuk menuju Air Terjun ini sudah tersedia petunjuk  samapai pintu masuk. Setelah pintu masuk masih setengah jam perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki, o ya pesan dari penjaganya adalah jagalah kesopanan karna di tempat itu banyak digunakan untuk proses "Metafisika".



    Itu saja cerita malam ini, sampai jumpa Assalamualakum.
Azwar, 17 Tahun

0 komentar:

Bukit joko Tuo-KARIMUNJAWA

00.15 Azwar Aff 0 Comments


     “Terlihat para pekerja jalan sedang melakukan aktivitasnya di kala matahari tepat di atas ubun-ubun, tracking menuju bukit Joko Tuo Karimunjawa terus dikebut penyelesainnya untuk menyambut para pelancong dari pelosok dunia”

    Bukit Joko tuo adalah salah satu bukit yang menghadap hamparan pulau karimunjawa, bukit ini letaknya tidak jauh dari pusat alon-alon Karimunjawa. Kurang lebih 10 menit perjalanan dari jantung Kota kita sudah bisa duduk santai di atas bukit dengan landscape yang menakjubkan. Aku pada saat itu menaiki montor pinjaman dari Pak De Quwan untuk mengelilingi pulau Karimunjawa.
    Tanpa arah dan tak tau arah yang kalau itu aku berboncengan tiga orang yaitu aku dan dua keponakanku terus memacu kendaraan diatas jalanan karimun, aku terus menuju ke utara dari pusat kota sesuai petunjuk dari Pak De. Lima menit  kami sudah lalui dengan sangat cepat, tibalah kami di daerah pasar karimun, terdengar riuh tawar menawar ikan hasil tangkapan nelayan bersahutan dengan logat eropa menawar souvenir khas karimunjawa. Gesek (sejenis ikan asin). Motor kami sengaja kami pelankan untuk memberi kesempatan mata ini bermanja dengan lingkungan barunya. 10 menit berlalu dan sampailah aku di pertigaan jalur menuju tracking Bukit Joko Tuo, tanpa pikir panjang dua keponakanku meminta segera untuk tracking ke atas bukit yang kurang lebih tingginya 300 meter. Kecurangan yang aku dapat dari Pak De adalah kalau kita mau masuk obyek wisata di pulau Karimun kita tinggal bilang aja asli karimun sodaranya Pak De Quwan maka semua dijamin gratis :p, oh ya untuk informasi tiket masuk ke Bukit Joko Tuo adalah 10 Ribu per kepala. Dan seperti yang diinstruksikan Pak De aku dengan sangat lancar mengatakan semua yang sudah diajarkan Pak De kalu aku ini orang Karimun Asli dan Sodaranya Pak De, si penjaga tiket yang gagah dan brewokan ini terlihat kurang percaya dan terus mengintrogasi kami sampai akhirnya benar-benar percaya setelah aku sebutkan sirsilah semua keluargaku. Kami pun masuk dengan wajah puas dan bangga dan tanpa biaya.
    Bukit Joko Tuo berasal dari kata Joko dan Tuo, Joko berarti Perjaka dan Tuo berarti Tua. Bukit Joko tuo atau perjaka tua ini terdapat kerangka ikan paus raksasa yang kurang lebih panjangnya sekitar 3 meter. Dari atas sini kita benar-benar akan melihat landscape pulau karimun dengan sempurna, selain itu kalian juga bisa melihat tenggelamnya sang mentari sore dengan ditemani cemilan ringan juga kopi di pondok-pondok berukuran 2x2 meter. Hamparan langit seolah benar-benar menyatu dengan birunya laut yang mulai men-orenkan warnanya, diiringi perahu nelayan berjejer rapi dari selatan ke utara menambah manis lukisan Tuhan kala sore di atas bukit Joko Tuo yang dinobatkan sebagai salah satu tempat melihat sunset terbaik di Karimunjawa.

    Untuk akses tracking menuju bukit ini memang masih tanah kering yang panas dan akan menjadi sangat becek saat musim penghujan. Motor beat merah maroon yang aku paksa dengan tiga orang nampaknya enggan untuk aku ajak tracking kala itu mau tidak mau kita harus mengurangi satu beban dan bebannya itu harus jalan kaki J, dan akulah korbannya. Akhirnya motor beat ini mendapat haknya beristirahat setelah tracking 300 meter dengan 60 derajat kemiringan, setelah memarkir motor yang kelelahn dua keponakanku langsung saja berlari menuju puncak bukit tanpa mempedulikanku yang sedari tadi hampir pingsan menaiki bukit dengan berjalan kaki, tapi sesuatu yang sudah dilakukan dengan susah payah maka hasilnya pasti akan memuaskan. Dan pepatah “Proses tidak akan menghianati hasil” ternyata benar adanya setelah keringatku bercucuran dan kaki yang gemetar aku sampai di puncak bukit Joko Tuo dan langsung disambut oleh Maha Karya dari yang MAHA BERKARYA. Hamparan savana hijau yang berdampingan dengan birunya laut juga kapal nelayan berlalu lalang terbingkai dari atas bukit Joko Tuo ini. Tiada kata yang lebih indah diucapkan selain “Alhamdulillah” setelah kita diamanjakan oleh Tuhan yang Maha Indah.

    Hal menarik yang bisa kalian temukan di Joko Tuo adalah :
1. Kerangka Ikan Joko Tuo
Kerangka ikan yang cukup besar akan menemani sore anda sambil menunggu mentari senja. Selain ditemani kerangka ikan raksasa, anda juga akan ditemani kerangka ikan raksasa, anda juga akan ditemani oleh flora dan fauna berbagai karimunjawa seperti burung – burung yang bisa menjadi object tambahan anda untuk pengambilan foto selain model kerangka ikan raksasa.

2. Tasbih Raksasa
Selain kerangka ikan paus juga ada Tasbih Raksasa yang terbuat dari batu yang beratnya mencapai 1000 kg, anda akan merasa takjub dengan tasbih yang sebesar dan seberat itu. Tasbih ini murni ditemukan oleh salah seorang penduduk Karimunjawa.

3. Area Olahraga Alam
Di bukit tersebut, anda juga dapat melakukan aktivitas olahraga alam seperti mountain tracking atau hiking, bahkan kalau berminat anda juga dapat camping atau bermalam di sana sambil menyaksikan keindahan lukisan malam.

4. Pemandangan
Disamping itu anda akan dibuat decak kagum dengan keindahan panorama di bukit joko tuo ini, karena anda bisa menikmati keindahan dari kota Karimunjawa, beberapa gugusan pulaunya, dan hamparan laut yang luas dari atas bukit dan akan menambah nuansa liburan anda di Karimunjawa.
Sumber : Wikipedia

    Jadi apakah kalian masih bimbang untuk datang ke Karimunjawa, bukit Joko Tuo hanyalah satu dari ribuan obyek wisata di pulau Karimunjawa, apalagi kalian yang orang Jepara asli. Selagi tubuh masih sehat juga jiwa yang kuat serta keuangan cukup tentunya maka travellinglah untuk melihat betapa indahnya dunia.

Azwar, 17 Tahun

0 komentar:

Adventure di Air Terjun Sumenep

00.13 Azwar Aff 0 Comments

  Panas matahari mulai meninggikan derajatnya menandakan aktivitas pagi segera dimulai. Tepat hari kedua pendaftaran peserta didik baru dibuka, 28 Juni 2016 ketua WKMB (Wall Kulino Minal Biasa) memberi komando untuk segera bersiap touring ke salah air terjun yang mempesona di kota ukir tercinta ini. Berangkat dengan personil seperti biasa namun minus Ricky si jangkung karena dia masih menjalani praktik industry yang bertepat di Kantor Kecamatan Tahunan. Sengaja kami sempatkan mampir ke SMK dulu untuk melihat calon-calon adek kelas baru dan calon pelampiasan balas dendam nanti di kegiatan ekstrakulikuler :p, hari itu kami berlima Zulfan, Ibad, Dimas, Fadie, dan tentunya aku sendiri, setelah puas melihat wajah-wajah adek kelas yang nantinya akan kami siksa habis-habisan kami meneruskan perjalanan yang nantinya mungkin akan melelahkan, nggak ada angin dan juga nggak mau hujan tiba-tiba seorang cewek ingin sekali ikut touring  setelah melihat foto-foto adventure WKMB,  panggil dia Natasya salah satu murid sekolah sebelah, berbadan sedikit berisi, berkulit putih juga rambut belah tengahnya diimbangi dengan mulut imutnya yang membuat lelaki manapun akan tergoda.






    Namanya Air Terjun Sumenep merupakan mahakarya Tuhan yang  berada di desa Batealit, Kecamatan Batealit, Kabupaten Jepara, tepatnya di Dukuh Setro. Kami keluar dari SMK 3 Jepara pukul 10.00 WIB melewati tugu Kartini belok kanan lurus sampai mentok lampu merah sebelum masuk ke jalan Universitas Nahdlatul Ulama Jepara kampus kebanggan warga Jepara, menunggu beberapa menit lampu merah yang enggan berganti hijau, terdengar bunyi-bunyian himbauan taat berlalu lintas dari polda Jateng yang sangat tidak dipedulikan pengguna jalan, tiba-tiba punggungku ditepuk natasya yang sedari tadi berboncengan denganku karena lampu yang sudah berganti hijau. Perjalanan di lanjutkan melewati kampus kebanggaan warga jepara, menyusuri jalan aspal yang terkadang mulus terkadang bergelombang. Sekitar 40 menit perjalanan kita tiba dipintu masuk Huta Wono Pinus Setro atau orang daerah sini menyebutnya Pinusan yaitu pohon yang dimanfaatkan getah karetnya untuk membuat aneka bahan serba guna (kalau mau ke air terjun Sumenep harus melewati tempat ini). Dua ribu per motor yang harus dikeluarkan pengunjung untuk membantu pengelolaan obyek wisata Air Terjun Sumenep.
     Kami sempatkan berfoto sebentar di pinusan untuk mengabadikan momen kebersaman juga sembari beristirahat sebelum melanjutkan ke tujuan utama. Untuk mencapai air terjun Sumenep membutuhkan waktu sekitar 40 menit dari Pinusan dengan jalan yang terus menananjak menaiki bukit, pada 15 menit pertama kami harus melewati punggung bukit dengan jalan berbatu yang tersusun rapi selebar 2 meter, dan selanjutnya kita akan menjumpai pertigaan jalan dengan palang kecil didepannya bertuliskan “Sumenep ambil kiri”,ambilah kiri jangan lurus kawan, nanti akan ada tanjakan ekstrem, setelah tanjakan kita harus menyusuri jalan setapak kurang lebih 100 meter dan disitu ada papan bertuliskan “Parkir Motor”. Lokasi air terjun Sumenep ada dibawah bukit yang sudah kita naiki ini selebihnya kita tinggal menuruni bukit dan melewati perswahan yang sedap dipandang mata. Mungkin kedengarannya sangat mudah dan sangat simple untuk mencapai obyek wisata ini namun perlu kalian tahu bagaimana perjuangan kami untuk menyelesaikan rintangan penuh bebatuan licin kala itu.





    Dimulai 10 menit pertama menaiki bukit dangan jalan yang berbatu, motor matic Dimas mio berwarna merah saat itu sedang ngambek menaiki bukit pinusan karena terlalu tua dan butuh istirahat beebrapa saat. Sang ahli permesinan Zulfan mulai mengutak-atik mesin tuanya Dimas, entah dengan mantra apa si tua merah itu semangatnya kembali membara dan siap menaklukan bukit pinusan. Ditambah beberapa kali terjatuh karena licinnya medan menambah seru perjalanan adventure siang itu, motor-motor yang dulunya mengkilap kini mereka bermandikan noda yang penuh dosa. SEMUA MOTOR BERGANTI KULIT MENJADI COKLAT, maaf capslocknya kepencet saking semangatnya ngetik, membawa satu perempuan di kala adventure bagiku adalah tanggung jawab sekaligus beban. Dengan bayang-bayang kalimat “GIRL ALWAYS RIGHT” sedikit menambah keraguanku kalau cewek ini nantinya menyalahkan akses jalanan yang menurutku seru ini dan menyusahkan menurutnya, namun kekhawatiranku salah, ternyata Natasya diam dan menikmati perjalanan penuh keringat dan ingin rasanya segera berbuka puasa. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni bukit dari tempat parkir motor, lelah dan haus selama berjalan kaki nampaknya tidak berlaku untuk kali ini, mata, hati dan pikiran kami disuguhkan dengan hamparan hijau permai dan berwarna-warni bunga menghiasinya yang membentang begitu luasnya, juga telinga yang dimanja alunan melodi burung-burung yang riang gembira terus menerus memainkan orkestra yang sungguh teratur. SUNGGUH NIKMAT TUHAN MANA LAGI YANG HENDAK KAMU DUSTAKAN, baru 5 menit berjalan kaki 3 Susunan air terjun yang berundak terlihat memanggil kami untuk segera berlalri menghamopirinya.
    Pukul 13.00 WIB kurang lebihnya akhir perjalanan ini berujung dengan sambutan suara gemercik air yang sahdu dan menenangkan, Zulfan, Ibad, Fadie, Dimas berlarian seperti semut melihat gula manis di hadapannya namun berbeda denganku yang menikmati berjalan di tengah sawah sambil menemani natasya. Teman-temanku girang nggak karuan juga tak lupa mengucap syukur kepada seniman yang taka ada tandingannya Allah Swt. Siang itu kami mendirikan 4 rakaat di bawah air terjun dengan baner WKMB sebagai alasnya sebagai konsistensi kami bahwa adventure tujuan utamanya adalah MENSYUKURI NIKMAT TUHAN. Sumenep ini memiliki tiga tingkat air terjun yang kita bisa lihat saat perjalanan menuruni bukit.












Air Terjun Tingkat Pertama

Adalah air terjun yang aku dan teman-teman singgahi saat ini berupa dinding batu dengan tiga anak air terjun yang berjejeran

Air Terjun Tingkat Kedua

Menurut cerita dan setelah aku browsing di internet air terjun tingkat kedua merupakan air terjun terindah berupa dinding batu membentuk setengah lingkaran dengan tiga aliran yang menyebar dihiasi akar gantung dan lumut serta rumput hijau. Hanya butuh waktu 10 menit untuk mencapai air terjun kedua dari air teejun pertama dengan track yang lumayan menanjak.

Air Terjun Tingkat Ketiga

Adalah air tertinggi dari sebelumnya, kanan kirinya merupakan lereng curam. Tidak ada jalan menu kesini jadi kita harus membuat jalur sendiri untuk mencapai lokasi, mendaki bukit terlebih dahulu sebelum turun disisi lereng lain, berpegang pada akar-akar pepohonan, bergerak mencari sumber suara gemuruh air.

    Masalah dari obyek wisata ini menurutku adalah kurang promosi, akses jalan, juga papan penunjuk arah yang kurang terlihat ini perlu disikapi pemerintah setempat maupun kabupaten supaya kedepannya potensi emas Jepara ini terangkat kepermukaan dan menjadi destinasi baru selain pantai-pantai yang memang indah mempesona. Ada puluhan air terjun tersebar di seluruh Jepara namun hanya Songgo Langit yang terkenal. Mengapa bisa begitu..? jawabannya simple karena Akses jalan yang sudah memadai, jadi pengunjung tidak berpikir dua kali untuk mampir ke Air Terjun Songgo Langit. Pak Bupati bagaimana kalau kita mencanangkan program pemberdayaan air terjun saya jamin Jeparamu ini mendapat sebutan sebutan baru Jepara Mengukir Air Terjun.


Azwar, 16 tahun

0 komentar: