Mendaki Puncak Rahtawu
Pencarian akan keindahan karya-karya Tuhan tidak akan pernah selesai karena kita hanya tercipta dari sperma dan sel telur yang sangat kecil di muka bumi ini, kali ini kami mencoba mendaki Puncak 29 yang berada di Desa Rahtawu di Kab. Kudus dengan ketinggian kurang lebih 1800 mdpl , memulai perjalanan dari Jepara pukul 17.00 WIB dan transit di desa Rahtawu tepat pukul 19.30 WIB. WKMB (Wall Kulino Minal Biasa) sebuah Komunitas Dolan Regional Jepara mewakilkan 4 orang untuk takjub dan bersyukur diatas puncak mereka adalah Zulfan sebagai Leader, Riki, Eka dan juga aku sebagai perepot mereka, Doa bersama di panjatkan dan Adventure is starting.
Mendaftar sebagai pendaki di Receptionist dan mendapatkan ijin mendaki sebagai pendaki amateur akan memberi sedikit jaminan keselamatan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, berbekal tas carier, senter seadanya, serta keinginan untuk bersujud diatas puncak membuat semangat kami berkobar 45 seakan proklamasi akan diulang sekali lagi, perjalanan panjang di mulai dengan rembulan sebagai sumber cahaya dengan orkestra jangkrik dan kawan-kawannya sebagai pengiring pendakian kali ini. Zulfan yang kala itu memakai jaket crem dengan sandal gunungnya serta tas adventurnya bertulis ALIVE tampak percaya diri memimpin pendakian puncak 29 Rahtawu “Cek personil…” kalimat sakti yang ia selalu kumandangkan untuk mengecek bahwa kami masih hidup saat mendengarnya dan itu menandakan kami boleh beristirahat memelankan langkah untuk memulihkan tenaga setelah melewati puluhan derajat kemiringan medan.
Formasi zulfan sebagai ujung tombak, Riki sebagai penyeimbang, Eka yang ditengah karena harus dijaga dan aku paling belakang untuk membackup teman-teman pendaki ini, dua jam sudah kami mendaki dengan suhu yang semakin menurun dan tenaga yang semakin terkuras akhirnya menumbangkan salah satu dari anggota kami dialah Riki dengan jaket biru dan tas merahnya dia berteriak “I have to take a rest guys…” disahut teriakan dari ujung depan “Ok, Stop All” dengan cekatan Zulfan mengeluarkan sebotol Aqua 1,5 liter untuk memberinya asupan mineral juga jacket yang segera ia balutkan ke tubuhnya agar suhu kembali merambat naik semuanya mengerumuninya untuk menghalang dingin yang terus menusuk tulang, serta membuat hening sesat karena sedikit kepanikan, kesempatan istirahat membuat kami membully Riki dengan celotehan khas Pendaki “hahaha baru gini aja kok mau naklukin Jayawijaya” celetuk Zulfan dan kusambung dengan “mending kamu pake Rok kalau mendaki” tawa kecil kami semua memecah nada-nada orkestra jangkrik yang sedari tadi mengiringi perjalanan kami.
Pos sebelum kemiringan medan ekstrem sengaja disediakan untuk para pendaki untuk sekedar menyeduh kopi di malam yang benar-benar dingin,di pos ini bertemulah kami dengan salah satu pendaki yang juga berasal dari Jepara sebut saja dia Mas Yanto perawakannya tidak terlalu tinggi dengan kemeja batik hijaunya serta dipermanis dengan ikat kepala kepala khas pendaki menandakan dia sudah sangat berpengalaman mendaki di tambah bukti dengan tas cariernya sudah banyak tempelan dari berbagai gunung di seluruh nusantara.
“Pendaki dari mana mas,”tanyaku
“Dari Jepara mas, lha jenengan dari mana mas”sahutnya sambil membenarkan kompor darurat yang sedang mendidihkan segelas kopi yang segera matang,”sama mas, Jeparanya jenengan mana mas,”sahut Zulfan sebelum mulutku bergerak menjawab
“Daerah Pengkol”jawab mas Yanto sambil mengangkat kompor yang sudah selesai melakukan tugasnya
“Kita dari Mlonggo mas,njengengan sendirian aja ini mas,”sahut Zulfan Lagi
“Iya sendiri aja sebenernya udah ada temen yang mau ikut tapi karna ada acara mendadak jadi harus di cancel,”Jawab Mas yanto
Pembicaraan kami dengan Mas Yanto mulai tidak kaku dan semakin friendly, Zulfan dibantu Riki mulai mengeluarkan alat-alat untuk memasak mie instan dan menyeduh beberapa kopi yang juga instant sedang aku masih asyik berbincang asyik dengan Mas Yanto tanpa memikirkan teman yang sedang bekerja keras membuat kopi untuk bersama. Eka yang sedari tadi bermain dengan kamera mulai mengistirahatkannya dan segera membantu Zulfan sang leader untuk mempersiapkan kopi dan mie instant malam itu begitupun juga denganku mulai menyudahi perbincangan yang suatu saat harus saya lanjutkan untuk bahu membahu membuat kopi dan mie instant untuk mengisi tenaga lagi.
15 menit berlalu bersama angin yang terus menurunkan suhu lingkungan kerja keras kami dalam membuat kopi dan mie instant akhirnya selesai juga, di angkatlah air mendidih 100 derajat kiranya dari kompor darurat seketika terasa jadi air biasa lagi setelah terhembus oleh angin yang berlalu lalang, maka dengan terburu-buru kita harus menghabiskan mie dan kopi kalau tidak mau makan makanan dingin. Sambil beristirahat dan meneruskan perbincangan yang sempat tertunda dengan mas Yanto aku mulai menggali informasi-informasi tentang gunung yang ada di Jawa Tengah yang suatu saat pasti bisa ditaklukan. Mas Yanto bercerita panjang lebar bak seorang dosen Geografi dikombinasi Ekonomi yang sangat paham dengan keadaan lapangan sesungguhnya dan malam itu akan sangat puas dengan wejangan-wejangan pendaki pengalaman yang sudah menyudahi perlawanan beberapa gunung terkenal di Nusantara. Kami berempat beserta Mas Yanto mulai memberesi alat-alat yang sangat berserakan setelah menjadi chef dadakan tadi, mengecek kesegala penjuru memastikan kita tidak meninggalkan sampah apapun agar lingkungan asri dan sejahtera selalu.
Mas Yanto memilih bergabung bersama kami karna beliau mendaki seorang diri. Memulai perjalanan kembali dari pos pemberhentian pukul 11.00 WIB kita harus bergerak sedikit lebih cepat untuk memastikan di atas puncak kita masih bisa sedikit beristirahat sebelum sang surya tersenyum terbaik pada kita, 10 menit sudah berjalan dan benar saja medan mulai memiring sekitar 80 derajat jadi kami harus benar-benar merangkak untuk bisa naik. Terjatuh lalu bangkit itu hal yang harus terus dilakukan kalau ingin segera sampai sebelum pagi menyingsing dat5atran bukit.
Pukul 00.00 WIB tengah malam akhirnya sang saka merah putih menyembul dari balik pepohonan menandakan puncak gunung tinggal hitungan langkah lagi, kupercepat langkahku yang dipompa semangat 45 untuk segera beristirahat di atas puncak Rahtawu. Segera kuluruskan kakiku di atas batu yang sangat besar dan kuletakan tas carier orangeku hasil pinjaman tetangga kunikmati lukisan cahaya yang kuning membentuk barisan yang tak beraturan namun sedap dipandang mata itu lah 2 kota yang terlihat dari Puncak Rahtawu JEPARA dan KUDUS, bak kota metropolitan US dua kota ini terlihat tak pernah tidur sibuk warganya mengurusi diri mereka masing-masing. Berlalulalang truck tonton raksasa yang terlihat mirip mainan adikku dirumah kalau di lihat dari ketinggian 1000 mdpl lebih membawa stock-stock barang industry untuk selalu menggerakan roda perekonomian dua kota kecil ini. PLTU Tanjung Jati B yang ada di pantai Bondo Kab Jepara terlihat bangunan yang paling mewah dengan 2 towernya yang terlihat seperti makanan sosis jika dipandang dari sudut dimana aku beristirahat.
Kita tidur kiranya dua jam lebih sedikit untuk mengistirahatkan tubuh setelah pendakian yang menguras tenaga, pukul 4 pagi kami wajib bangun kalau tidak mau meninggalkan sun rise diatas awan. Pagi itu cerah dan awan nampak bersahabat tiada tanda-tanda hujan akan turun, sedikit demi sedikit sang surya yang tampak malu-malu mulai menampakan dirinya dari balik gunung didepan kami, sungguh pengalaman yang tidak akan dilupakan siapa saja yang menyaksikan kejadian ini, secara nyata dataran yang dulunya gelap mulai menampakn keindahannya setelah sorot sang surya melewatinya menambah agung pencipta alam semesta ini. Dan kami lupa memfoto kejadian ini karena semuanya terdiam takjub akan fenomena terbitnya matahari di puncak Rahtawu. Namun tidak berselang lama kabut mulai turun dan menutupi atraksi indah sebelumnya, Zulfan memutuskan untuk langsung turun dari gunung untuk melanjutkan mandi di air terjun yang ada di bawah kaki Rahtawu.
Bermain air dan melepas lelah di air tejun yang tidak tinggi-tinggi amat namun dinginnya luar biasa membuat badan kami fresh dan rileks lagi, kami pulang ke Jepara dengan membawa sebuah cerita manis dari puncak Rahtawu untuk kami banggakan dihadapan teman-teman sekolah dengan tujuan mereka bisa terinspirasi dan mengikuti langkah kami untuk berkeliling dunia.
Azwar, 16 tahun
0 komentar: