Menikmati Sunrise di Kebun Buah Mangunan Bantul

06.30 Azwar Aff 0 Comments



Setelah menjadi mahasiswa seni kehidupanku berbalik 361 derajat. Kuliah memang hanya tiga hari tapi pembelajaran pendalaman kesenian berlangsung setiap hari. Burjo, angkringan sampai di café-café kami belajar kehidupan dan kesenian dengan bertemu orang-orang baru dengan pemikiran-pemikiran di luar batas. Selalu bertukar kopi asal daerah tentunya.

Weekend ini aku berkesempatan berkunjung ke salah satu bukit yang ada di daerah Bantul. Mangunan. Karena kosku di Sewon agak dekat dari Manguanan jadi aku dan temanku sengaja berangkat mepet matahari mulai bersinar. Sekitar pukul 4.15 WIB kami mulai naik. Walaupun ini hari minggu ternyata kami benar-benar naik sendirian, kanan kiri hutan belantara tanpa penerangan apapun. Mencekam layaknya film train to busan versi naik-naik ke puncak gunung ditambah grimis cantik yang menambah efek horor. Setiap ada mobil dari belakang perasaan lega juga beban. Mobil nih seolah-olah pengen cepet-cepet aja kan taik, padahal jalannya licinya udah kayak temen pas mau ditagih hutang.

Ketegangan itu mulai menghilang saat mulai memasuki perkampungan, lampu-lampu jalan menyambut kami. Hilang sudah horror sialan ini. Fyi lur biar kayak anak ig, tiket masuk ini dihitung per orang seharga enam ribu saja. Murah lah buat mahasiswa. Gardu pandang sunrisenya tidak jauh dari tempat parkir motor, tapi kalau habis hujan semaleman sama aja jalannya menjadi horor karena kanan kirinya jurang. Aku sama temenku benar-benar seperti menjadi pemilik privat kawasan ini. Terlalu gasik semua masih gelap gulita. Tak disangka diantara kegelapan tadi sudah ada penghuni senior. Dua sejoli sedang memadu kasih dan tak sadar dengan kehadiran kami. Aku salah tingkah, loncat-loncat biar dia peka, teriak-teriak biar dia nyelesin urusannya, eh malah dia nggak peduli. Duh anak muda.




Oke, matahari mulai pamer keindahannya di ujung timur. Sinarnya menggeser kabut perlahan. Hangat membawa ketenangan menggantikan dinginnya hujan semalam. Aku rindu. Rindu pelukan ibu. “Semoga anakmu ini sukses bu” doa yang ku panjatkan bersama sinar matahari mencumbu pagi.

Ketika aku berpergian jauh aku selalu merasa tertampar dengan kode-kode Tuhan. Saat aku mulai naik ke Mangunan, kiri kanan berjejer Gedung-gedung besar pemutar kehidupan, lalu naik lagi ada hutan berjejer, rasanya sunyi dan mencekam, dan ketika sampai puncak semua itu terlihat kecil tak ada apa-apanya. Gedung-gedung pencakar langit hanya seperti mainan lego. Hutan-hutan belantara hanya terlihat hijaunya saja. Lalu aku teringat kata teman seperkopianku. “Ketika kamu di puncak, tampar dirimu dan renungkan. Apa yang harus disombongkan kalau dari atas sini semuanya sama”.

Overall, mangunan tempatnya asik. Tempat sampah disediain cukup banyak. Harga-harga makanan dan minuman disini juga tidak terpaut jauh dari harga di bawah. Asyik deh pokoknya lur. Ndang reneo. Ucapan terakhir, mari ngopi agar kita tahu pahit itu hanya kopi bukan kehidupannya.



You Might Also Like

0 komentar: