Jembul Tulakan Ngamuk

00.39 Azwar Aff 0 Comments


Penulis Ika Natasha dalam bukunya “Architecture of Love”, dia menceritakan seorang penulis yang mengalami Writer Block, yaitu kejadian berhenti menulis karena psikisnya dipengaruhi oleh masalah yang besar dan penulis belum bisa move on.

Aku mungkin mengalami hal semacam itu beberapa minggu terakhir ini, Creative Block tepatnya. Aku tidak mampu mengkaryakan apapun sebulan terakhir ini. Bahkan video instagrampun tak mampu.
Akhirnya setelah sekian lama aku membunuh waktu dalam rangka menunggu waktu kuliah, Tuhan menghadirkan adik-adik baik yang ngajakin bikin film dokumenter.

Dan hadiah terbesarnya adalah travelling melihat budaya dan tradisi. Travelling menurutku adalah obat paling munjarab diantara penemuan ilmuwan manapun. Film yang akan kami buat adalah sebuah tradisi sedekah bumi di desa Tulakan Kec Donorojo Kab Jepara. Kenapa harus desa Tulakan?, menurut Bapak Subekti sebagai pemangku adat, Tradisi disini sangat unik dan tidak ada di daerah manapun di dunia.

Desa Tulakan terdiri dari empat dukuh besar, yaitu Krajan, Ngemplak, Winong, dan Drojo. Dari setiap dukuh ini harus mengirimkan “Jembul” ke rumah Pak Petinggi. Jembul adalah sebuah gunungan besar yang disusun dari kerangka bambu dan kayu. Setiap jembul memiliki nama berbeda menurut sesepuh dukuh masing-masing. Jembul tidak akan bisa diangkat sebelum ditancepi wayang golek diatasnya, ini masih mitos namun kenyataannya dilapangan memang seperti itu.

Jembul tidak boleh bertemu saat diarak menuju ke rumah Pak Petinggi, kalau ternyata memang bertemu dijalan, maka pertumpahan darah idak bisa dihindarkan. Alasannya adalah Jembul ini sudah dikendalikan makhluk tak kasat mata. Hii serem bang.

Dalam pembuatan film ini aku menjadi Produser alias Penyuplai Dana alias Tukang Jajakno. Jadi aku nggak pegang kamera dan hanya asik menonton Jembul yang moba-mabet sakerepe dewe. Mirip dengan bambu gila. Setelah sampai di rumah Pak Petinggi Jembul akan diletakan didepan panggung hiburan. Katanya, agar Jembul ini terhibur.

Setelah hiburan selesai Jembul akan diarak kembali ke dukuh masing-masing. Dan ini masalahnya. Menurut desas desus warga, Jembul akan sangat agresif ketika akan diarak kembali pulang ke dukuh. Dan pengamatanku dilapangan menyetujuinya.

Tiga Jembul pertama sukses dikendalikan keluar dari kediaman Pak Petinggi. Namun Jembul terakhir dari Drojo gagal dikendalikan. Ketika keluar dari rumah Pak Petinggi Jembul ini menabrak kerumunan warga yang dalam pengaruh alkohol. Alhasil pertempuran terjadi, saling pukul tanpa kenal kawan dan lawan yang terpenting adalah melukai orang disekitarnya. Aku mah langsung ngacir cari tempat aman. Namanya juga alcohol.

Hujan batu turut mewarnai pertempuran yang siapa lawan siapa kawan, ini semacam hobi mungkin. Menurut Pak Subekti, kalau nggak ada gituanya nggak seru kata warga. Oh shit. Aku melihat sendiri orang dicekik, tertimpa batu, dan ditusuk dengan bambu, ini pengalaman gila.

Setelah lima menit, akhirnya Sabhara Polres Jepara bertindak tegas untuk mengakhiri semua pertempuran edan ini. Taulah ketegasan Pak Polisi ini gimana. Dihajar biar bubar.

Inilah esensi travelling alias jalan-jalan. Membuka wawasan dan mendapat banyak relasi. Jadi masih pikir-pikir kalau mau jalan?, Hahh nunggu tua?, yuk angkat kopermu dan lihatlah dunia dengan sudut pandangmu sendiri


















Azwar.

You Might Also Like

0 komentar: