Karimunjawa dan Masyarakatnya
Pilih pantai atau gunung?, sering banget pertanyaan ini muncul dari man
teman perkuliahan. ini sebenernya pertanyaan macam apa. Sama sekali tidak
berfaedah. Paling-paling ya man teman ini pelesir hanya meramaikan stori dan
feed ig. kan gaya itu namanya. Kadang ada yang temennya naik gunung terus nitip
salam dengan tulisan di kertas terus di foto. Lalu akan muncul pernyataan
balasan dari pendakinya bilang gini, “lu
piker gampang apa naik gunung, lu seenak jidat nitip nama lu diatas gunung”.
I don’t give a shit.
Kembali ke pertanyaan pilih pantai atau gunung. Secara pribadi aku
lebih memilih masyarakat baru. Pokoknya di tempat yang baru dengan kehidupan
yang baru sudah menjadi capaian yang emosional buatku pribadi. Sepurane nek sok puitis. Weekend pertama
agustus ini aku mendapat kesempatan kerja sambil berlibur di Pulau Karimunjawa.
Sambil persentasi ke client sambil juga me refresh otak yang sumpek.
Yang menarik dari Karimunjawa adalah tranformasinya yang begitu cepat dari
yang dulunya sumber pengahasil ikan menjadi penghasil devisa. Apa itu devisa
aku nggak ngerti. Tiga hari tanpa guide membuat aku menjadi manusia bebas
merdeka dan berdaulat.
Tiba aku di pantai Nirwana, yang sebenernya adalah resort dan tidak
untuk publik. Tapi ya bodo amat. Indah sangat indah bahkan bukan seperti di
Jepara. Sepi, damai hidup, dan memaafkan, mungkin itu yang dijual dari
Karimunjawa.
Selanjutnya adalah Pantai Legon Lele. Pantai ini memang sengaja
dikomersilkan bagi yang membuka lahan. Ada cerita unik di balik pantai ini. Cerita
asli dan terverifikasi dari ibu-ibu penjual gorengan. Karena Pulau Karimunjawa
Besar atau pulau utama terdiri dari hutan belantara dan pantai-pantai yang
masih semak belukar. Lalu ada manusia keren bernama Dwik atau nama asingnya
adalah Stefano, adalah seorang lokal guide khusus bule-bule. Mas Stefano ini
emang terkenal berani alias ceplas ceplos kepada tamu yang dibawanya. Berkat
ceplas-ceplosnya banyak tamu-tamu wanita bule yang jatuh hati kepada beliau,
Mas Stefano.
Karena banyak wanita yang jatuh hati, terjadilah cinta segita yang
dramatis. Mas Stefano punya dua wanita bule. Dari Prancis sebut saja Mawar dan
dari Afrika sebut saja Melati. Mas Stefano harus memilih salah satu. Suatu hari
Mas Stefano sengaja menemukan dua wanita yang tersakiti ini di Hotel Paragon
Semarang. Dijelaskanya semua yang terjadi, bahwa memang iya Mas Stefano ini
punya dua pacar. Dan hari ini Dia harus menentukan pilihan.
“Barangsiapa yang mau pindah ke agamaku, itu yang akan menjadi
pendampingku”, ucap Mas Stefano. Dua wanita beda ras dan bangsa ini menanagis
tersendu-sendu. Akhirnya Mbak Mawar dengan pertimbangan matang besedia pindah
agama dan memeluk erat cinta Mas Stefano. Hari itu Mall Paragon berduka.
Lha singkat cerita Mas Stefano dan Mbak Mawar ini menikah di Indonesia.
Mereka bahagia kayaknya, tapi Mas Stefano harus ditinggal bekerja Mbak Mawar di
Prancis sebagai pramugari. Mbak Mawar inilah yang menjadi sumber dana Mas
Stefano. Padahal Mas Stefano ndak minta tapi terus dikirimi Mbak Mawar. Lha
uang kiriman inilah yang digunakan Mas Stefano dan keluarganya di Indonesia
untuk membuka lahan untuk pantai di Legon Lele. Membangun sarana prasarana dan
bar kitchen dengan kearifan lokal di pantainya.
Pantainya indahnya bukan main, viewnya pantai bersih mengkilap dan
dibingkai dengan hijaunya perbukitan yang menyejukan. Keyen pokoknya. Dah dulu
ya nanti disambunng lagi, mau ngopi sama udut-udut dulu.
Azwar, 19 Tahun