Gagal Ke Puncak Bejagan Desa Tempur Jepara

21.51 Azwar Aff 16 Comments



Jika kamu ingin mengetahui sifat asli temanmu,  maka ajaklah dia travelling ke tempat-tempat yang belum pernah dia kunjungi. Pelajari karakternya lewat bagaimana dia menghadapi masalah-masalah khas seorang traveller. Apakah dia dengan ringan hati menghadapinya atau mengutuki keadaaan.  Cara ini juga efektif untuk kalian yang sedang PDKT. Coba ajaklah doi ke wisata alam yang aksesnya cukup berat dan menantang. Jika dia tersenyum manis tanpa paksaan, maka pertahanin aja mblo, tapi kalau raut mukanya menunjukan kebosanan dan menginginkan pulang secepatnya, maka tinggalin segera mblo. Gitu aja gak berani berjuang, apalagi nanti saat menjalin komitmen, kamu yang berjuang dia yang senang-senang. Sakit kan mblo.



Ini adalah perjalanan kami sebagai rasa syukur setelah menyelesaikan project film dokumenter yang menguras tenaga dan pikiran selama empat bulan ini. Tujuan kami adalah Bukit Pejagan dan Kebun Kopi yang ada di Desa Tempur, Keling, Jepara.

Bukit Pejagan dan Kebun Kopi ini terletak jauh diatas diatas desa. Tepatnya di Dukuh Duplak, Dukuh terakhir Desa Tempur. Untuk bisa mencapainya, kalian harus menuju Kecamatan Keling, sekitar 40 KM dari pusat kota Jepara. Nanti di kanan jalan akan ada plang besar bertuliskan Selamat datang di Desa Wisata Tempur. Masuk dan ikuti sampai kalian menemukan pertigaan besar. Yang satu naik dan yang satu turun. Ambil yang turun dan ikuti petunjuk selanjutnya. Sayangnya di pertigaan yang saya jelaskan tadi belum ada petunjuk arahnya. Ayo dong dikelola yang keren.

Jalan yang kami lewati layaknya perbukitan pada umumnya, jalan menanjak tajam tiba-tiba ada tikungan tajam pula, kanan kiri jurang, suasananya sejuk dan tentunya view yang memesona. Sekitar dua jam, motor tua kami mulai menunjukan aslinya. Adalah motor Yoga, Ketua komunitas film saat SMA, businya mengalami kesakitan dan butuh diistirahatkan sementara. Untungnya motor tuanya mati tepat di pintu masuk Dukuh Duplak, tepat pula di depan warung kopi. Ah Tuhan terlalu baik. Tak ambil pusing, motor kami istirahatkan, kopi kami seruput dan berharap semoga kebaikan Tuhan selalu menghampiri kami.



Setengah jam kami menikmati kopi tempur yang dipetik dan diproses secara manual oleh warga setempat. Kopi tempur ini memiliki cita rasa tinggi. Rasanya itu, pahit, asin, manis, kecut, semuanya beradu dilidah ini. Ahh nikmat, apalagi ditambah gedang goreng yang masih anget-anget. Nikmat Tuhan mana lagi yang hendak kamu dustakan. Cuma dengan 5ribu surga dunia kamu dapatkan.



Adzan dzuhur mulai mendayu-dayu, bersahut-sahutan di udara kebebasan. Tuhan telah memanggil kami. Di sebuah mushola kecil dan sederhana yang disediakan pengelola wisata, kami menghadap sang Maha Pencipta.



Perjalanan kami lanjutkan dan mencoba peruntungan dengan businya Yoga yang sudah di ademkan. Setelah motor dihidupkan bekali-kali dengan pantang menyerah, akhirnya si motor tua ini hidup juga. Dari pintu masuk Dukuh Duplak, tujuan kami kurang lebih masih 5 KM lagi, tapi dengan catatan jalan selalu menanjak. Dan ini berbahaya bagi motor Yoga.

Kami paksakan naik sampai setengah pejalanan, namun Tuhan berkata lain. Motor tua Yoga mengangkat bendera kuning dan mengajak turun gunung. Ah yasudah, mungkin ini cara Tuhan menyelamatkan kami dari marabahaya diatas sana.

Keputusunnya selanjutnya adalah menenangkan diri di aliran sungai yang super jernih. Berbaring diatas batu sungai sambil diiringi melodi percikan air yang membuat siapa saja lupa akan dunianya. Walapun kami belum melihat rupa dari Bukit Pejagan tapi seidaknya Tuhan sudah memberi kami sebuah pengalaman, bahwa persiapan dan cheking sebelum travelling adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi.




Azwar

16 komentar:

Baper-baperan di Pekan Teater Nasional Jogja

06.40 Azwar Aff 15 Comments

Apakah patah hati bisa membuat orang kehilangan jiwa dan raganya?. Kalau dalam novel-novel percintaan Indonesia, jawabanya iya. Adalah saat temanku mengalami yang namanya kasih tak sampai. Selama enam tahun tanpa henti dia mencintai hanya satu wanita, walaupun bertatap mukapun hampir tidak pernah.

Hari itu dia merasa sangat tertekan dalam hidupnya karena si doi lewat dipikirannya tanpa ada yang memerintahkan. Padahal temanku ini sudah berusaha move on ke banyak wanita, namun hasilnya zonk. Cintanya tetap sama malah semakin bertambah setiap kali dia mengingatnya. Akulah yang menjadi korban pelampiasannya.

Aku harus menemaninya membunuh waktu bagaimanapun caranya. Pertama, dia mengajaku ke tambak buaya Sleman. Yang aksesnya masyallah kalau dari kontrakan. Terjal, penuh batu, dan berdebu. Walaupun namanya tambak buaya, namun sebenarnya ini hanya bendungan biasa saja. Disana dia hanya diam meratapi nasibnya yang tak kunjung move on. Sesekali membuat puisi yang sajaknya mendalam dan penuh penghayatan, membuat lagu secara instan namun menusuk hati. Hidup memang indah kalau dibalut seni yang ikhlas tanpa dusta.

Dilanjutkan dengan memutari Jogja tanpa ada tujuan dan berharap semoga Tuhan mempercepat hari ini dan hari-hari selanjutnya. Dari Sleman ke Jalan Parangtitis, kembali ke Malioboro dan akhirnya berhenti di Taman Budaya. Disana ada Pekan Teater Nasional. Pementasan teater dari seluruh Indonesia selama satu minggu penuh di Taman Budaya Jogja. Malam itu adalah giliran naskah “Jadi Diri Sediri Saja” dari Sanggar Seni PPST Malang. Naskah ini menceritakan kisah seorang anak SMA yang ingin menjadi penari professional namun terhalang oleh kakaknya yang menginginkan dia menjadi seorang pegawai agar ekonominya nanti terjamin.





Sepanjang pementasan temanku ini terlihat tertawa-tawa dengan ikhlas dan sejenak lupa akan cinta sejatinya itu. Naskah ini dikemas secara komedi cerdas dan mengedukasi. Sepanjang cerita dibumbui dengan isu sosial yang ditanggapi secara jenaka tingkat tinggi tanpa ada pihak yang dirugikan. Tibalah ketika tokoh utama sangat frustasi akan keadaannya yang tidak jelas karena masa depannya harus diatur kakaknya. Tokoh utama pun akhirnya gila. Akhirnya kakaknya membolehkannya menari asal dia bertanggung jawab akan dirinya sendiri. Tokoh utama menari dengan penuh emosi, penonton berdecak kagum dan terus menganga. Dan temanku pun sama dengan ekspresi penonton lain. bengong.

Malam itu tepat tengah malam kami keluar dari Taman Budaya, temanku nampak sudah berbeda, uhhh ada apa gerangan, apakah dia sudah dia melupakan cinta sejatinya itu?. Tiba-tiba dia nyeletuk “Ayo kita teruskan ke Sarkem”.

Azwar.



15 komentar:

Ketemu Mbak Haruka dan Mbak Jeje di Kota Lama

05.46 Azwar Aff 3 Comments


Sebenarnya perjalanan kali ini adalah tidak disengaja. Niat kami adalah menjenguk teman kami yang sedang dirawat di RSI Sultan Agung Semarang. Teman kami mengalami kecelakaan yang misterius penyebabnya atau umumnya disebut “Tabrak Lari”. Setan tuh yang nabrak, udah nggak tanggung jawab, eh malah ngacir. Kondisinya mengenaskan dengan kepala sebagai luka paling berat. Selama seminggu dia berada di ICU dengan kondisi yang sangat lemah. Alhamdulillah saat kami menjenguk dia sudah bisa tertawa walaupun dengan sebuah isyarat kedipan mata. Semoga teman kami ini diberi kesembuhan, kesehatan dan dapat bekumpul lagi bersama kami.

Mumpung di Semarang, dan mumpung lagi ada semacam pameran budaya Jepang di PRPP Semarang, meluncurlah kami kesana dengan tanpa tujuan. Washing your eyes with sexy girls. Sudah tau kan kalau mendengar kata Jepang harus ngapain?.

Pameran budaya Jepang ini dibuka mulai dari tanggal 4-6 Agustus 2017. Apapun yang berbau Jepang bisa dijumpai disini. Mulai dari Cosplay yang seksinya aduhai, segala macam souvenir anime, semua makanan yang sulit nulisnya juga tersedia lengkap dan tentunya ada JKT 48. Wota!!!.



Ini yang kami tunggu, meet and greet gratis bersama ex-member JKT 48 yaitu mbak Haruka dan mbak Jeje. Jujur, aku dan teman-temanku adalah fans karbitan JKT 48, hari itu juga kami meresmikan diri menjadi fans sejati padahal nggak tau yang didepan itu siapa. Kami hanya menirukan teriakan-teriakan alay dari fans JKT ini. Kalau dipikir lagi, ini memalukan. Seorang laki-laki disampingku sampai menangis terharu dan berteriak histeris ketika cuman dilirik Mbak Har. Ya gimana lagi namanya juga cinta, walaupuan bertepuk sebelah tangan. #eakkkkbapermas?

Setelah meet and greet selesai, sesi selanjutnya adalah photo-photo, dan tiket untuk bisa berfoto bersama Mbak Har dan Mbak Jeje adalah Rp 100.000. Itu buat beli bensin Jepara-Jogja bolak-balik masih lebih. Dan sudah bisa ditebak, kami sebagai masyarakat miskin yang dijamin undang-undang harus undur diri dulu. Pergi ketempat gratis lainnya. Kami kecewa nggak bisa berfoto sama mbak Har dan Mbak Jeje. Tuhan kenapa kami terlahir miskin?

Kota lama adalah tempat yang akan kami explore selanjutnya. Karena kami datang tepat saat malam minggu, disini sedang berlangsung gelar budaya Jateng session 13. Aseqq bisa nonton. Eh realitanya teman kami sudah disuruh pulang emaknya. And we go home.



Pengangguran Berbudi Pekerti Luhur



Sebelum kami pulang, temanku berucap “Pasti Haruka dan Mbak Jeje lewat kota lama”. Dan itu memancing gelak tawa teman yang lain. “kalau memang lewat sini kan pake mobil, nggak kelihatan, dan percuma juga kita nggak bisa foto bareng”. Namun Tuhan berkata lain

Saat kami akan keluar dari kompleks kota lama, tiba-tiba Mbak Haruka dan Mbak Jeje muncul dari trotoar (njeblos gitu). Kami dengan sangat cepat dan ketepatan tinggi tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Kami memarkir motor disembarang tempat dan berlari menuju Mbak Har dan Mbak Jeje untuk berfoto bareng. Namun kami ditolak dengan alasan Mbak Haruka ewoh sama panitia karena kita nggak bayar. Gilaakk, udah diluar event masih aja disuruh bayar.

Singkat cerita kami memaksa untuk foto bareng. Mbak Har dan Mbak Jeje akirnya mau diajak foto bareng asalkan kami nggak satu-satu alias Together in Frame. Oke that’s it good pic. Pelajaran yang bisa kita ambil hari ini adalah, jangan mencintai manusia secara berlebihan, karena kita punya Tuhan yang harus dicintai sepenuhnya. Lalu ada pembuktian kekuatan sebuah doa yang langsung dijawab oleh Tuhan.



Azwar


3 komentar:

Jembul Tulakan Ngamuk

00.39 Azwar Aff 0 Comments


Penulis Ika Natasha dalam bukunya “Architecture of Love”, dia menceritakan seorang penulis yang mengalami Writer Block, yaitu kejadian berhenti menulis karena psikisnya dipengaruhi oleh masalah yang besar dan penulis belum bisa move on.

Aku mungkin mengalami hal semacam itu beberapa minggu terakhir ini, Creative Block tepatnya. Aku tidak mampu mengkaryakan apapun sebulan terakhir ini. Bahkan video instagrampun tak mampu.
Akhirnya setelah sekian lama aku membunuh waktu dalam rangka menunggu waktu kuliah, Tuhan menghadirkan adik-adik baik yang ngajakin bikin film dokumenter.

Dan hadiah terbesarnya adalah travelling melihat budaya dan tradisi. Travelling menurutku adalah obat paling munjarab diantara penemuan ilmuwan manapun. Film yang akan kami buat adalah sebuah tradisi sedekah bumi di desa Tulakan Kec Donorojo Kab Jepara. Kenapa harus desa Tulakan?, menurut Bapak Subekti sebagai pemangku adat, Tradisi disini sangat unik dan tidak ada di daerah manapun di dunia.

Desa Tulakan terdiri dari empat dukuh besar, yaitu Krajan, Ngemplak, Winong, dan Drojo. Dari setiap dukuh ini harus mengirimkan “Jembul” ke rumah Pak Petinggi. Jembul adalah sebuah gunungan besar yang disusun dari kerangka bambu dan kayu. Setiap jembul memiliki nama berbeda menurut sesepuh dukuh masing-masing. Jembul tidak akan bisa diangkat sebelum ditancepi wayang golek diatasnya, ini masih mitos namun kenyataannya dilapangan memang seperti itu.

Jembul tidak boleh bertemu saat diarak menuju ke rumah Pak Petinggi, kalau ternyata memang bertemu dijalan, maka pertumpahan darah idak bisa dihindarkan. Alasannya adalah Jembul ini sudah dikendalikan makhluk tak kasat mata. Hii serem bang.

Dalam pembuatan film ini aku menjadi Produser alias Penyuplai Dana alias Tukang Jajakno. Jadi aku nggak pegang kamera dan hanya asik menonton Jembul yang moba-mabet sakerepe dewe. Mirip dengan bambu gila. Setelah sampai di rumah Pak Petinggi Jembul akan diletakan didepan panggung hiburan. Katanya, agar Jembul ini terhibur.

Setelah hiburan selesai Jembul akan diarak kembali ke dukuh masing-masing. Dan ini masalahnya. Menurut desas desus warga, Jembul akan sangat agresif ketika akan diarak kembali pulang ke dukuh. Dan pengamatanku dilapangan menyetujuinya.

Tiga Jembul pertama sukses dikendalikan keluar dari kediaman Pak Petinggi. Namun Jembul terakhir dari Drojo gagal dikendalikan. Ketika keluar dari rumah Pak Petinggi Jembul ini menabrak kerumunan warga yang dalam pengaruh alkohol. Alhasil pertempuran terjadi, saling pukul tanpa kenal kawan dan lawan yang terpenting adalah melukai orang disekitarnya. Aku mah langsung ngacir cari tempat aman. Namanya juga alcohol.

Hujan batu turut mewarnai pertempuran yang siapa lawan siapa kawan, ini semacam hobi mungkin. Menurut Pak Subekti, kalau nggak ada gituanya nggak seru kata warga. Oh shit. Aku melihat sendiri orang dicekik, tertimpa batu, dan ditusuk dengan bambu, ini pengalaman gila.

Setelah lima menit, akhirnya Sabhara Polres Jepara bertindak tegas untuk mengakhiri semua pertempuran edan ini. Taulah ketegasan Pak Polisi ini gimana. Dihajar biar bubar.

Inilah esensi travelling alias jalan-jalan. Membuka wawasan dan mendapat banyak relasi. Jadi masih pikir-pikir kalau mau jalan?, Hahh nunggu tua?, yuk angkat kopermu dan lihatlah dunia dengan sudut pandangmu sendiri


















Azwar.

0 komentar: