Gagal Ke Puncak Bejagan Desa Tempur Jepara
Jika kamu ingin mengetahui sifat asli temanmu, maka ajaklah dia travelling ke tempat-tempat yang belum pernah dia kunjungi. Pelajari karakternya lewat bagaimana dia menghadapi masalah-masalah khas seorang traveller. Apakah dia dengan ringan hati menghadapinya atau mengutuki keadaaan. Cara ini juga efektif untuk kalian yang sedang PDKT. Coba ajaklah doi ke wisata alam yang aksesnya cukup berat dan menantang. Jika dia tersenyum manis tanpa paksaan, maka pertahanin aja mblo, tapi kalau raut mukanya menunjukan kebosanan dan menginginkan pulang secepatnya, maka tinggalin segera mblo. Gitu aja gak berani berjuang, apalagi nanti saat menjalin komitmen, kamu yang berjuang dia yang senang-senang. Sakit kan mblo.
Ini adalah perjalanan kami sebagai rasa syukur setelah menyelesaikan
project film dokumenter yang menguras tenaga dan pikiran selama empat bulan
ini. Tujuan kami adalah Bukit Pejagan dan Kebun Kopi yang ada di Desa Tempur,
Keling, Jepara.
Bukit Pejagan dan Kebun Kopi ini terletak jauh diatas diatas desa. Tepatnya
di Dukuh Duplak, Dukuh terakhir Desa Tempur. Untuk bisa mencapainya, kalian
harus menuju Kecamatan Keling, sekitar 40 KM dari pusat kota Jepara. Nanti di
kanan jalan akan ada plang besar bertuliskan Selamat datang di Desa Wisata
Tempur. Masuk dan ikuti sampai kalian menemukan pertigaan besar. Yang satu naik
dan yang satu turun. Ambil yang turun dan ikuti petunjuk selanjutnya. Sayangnya
di pertigaan yang saya jelaskan tadi belum ada petunjuk arahnya. Ayo dong
dikelola yang keren.
Jalan yang kami lewati layaknya perbukitan pada umumnya, jalan menanjak
tajam tiba-tiba ada tikungan tajam pula, kanan kiri jurang, suasananya sejuk
dan tentunya view yang memesona. Sekitar dua jam, motor tua kami mulai menunjukan
aslinya. Adalah motor Yoga, Ketua komunitas film saat SMA, businya mengalami
kesakitan dan butuh diistirahatkan sementara. Untungnya motor tuanya mati tepat
di pintu masuk Dukuh Duplak, tepat pula di depan warung kopi. Ah Tuhan terlalu
baik. Tak ambil pusing, motor kami istirahatkan, kopi kami seruput dan berharap
semoga kebaikan Tuhan selalu menghampiri kami.
Setengah jam kami menikmati kopi tempur yang dipetik dan diproses
secara manual oleh warga setempat. Kopi tempur ini memiliki cita rasa tinggi.
Rasanya itu, pahit, asin, manis, kecut, semuanya beradu dilidah ini. Ahh nikmat,
apalagi ditambah gedang goreng yang masih anget-anget. Nikmat Tuhan mana lagi
yang hendak kamu dustakan. Cuma dengan 5ribu surga dunia kamu dapatkan.
Adzan dzuhur mulai mendayu-dayu, bersahut-sahutan di udara kebebasan.
Tuhan telah memanggil kami. Di sebuah mushola kecil dan sederhana yang
disediakan pengelola wisata, kami menghadap sang Maha Pencipta.
Perjalanan kami lanjutkan dan mencoba peruntungan dengan businya Yoga
yang sudah di ademkan. Setelah motor dihidupkan bekali-kali dengan pantang
menyerah, akhirnya si motor tua ini hidup juga. Dari pintu masuk Dukuh Duplak,
tujuan kami kurang lebih masih 5 KM lagi, tapi dengan catatan jalan selalu
menanjak. Dan ini berbahaya bagi motor Yoga.
Kami paksakan naik sampai setengah pejalanan, namun Tuhan berkata lain.
Motor tua Yoga mengangkat bendera kuning dan mengajak turun gunung. Ah yasudah,
mungkin ini cara Tuhan menyelamatkan kami dari marabahaya diatas sana.
Keputusunnya selanjutnya adalah menenangkan diri di aliran sungai yang
super jernih. Berbaring diatas batu sungai sambil diiringi melodi percikan air
yang membuat siapa saja lupa akan dunianya. Walapun kami belum melihat rupa
dari Bukit Pejagan tapi seidaknya Tuhan sudah memberi kami sebuah pengalaman,
bahwa persiapan dan cheking sebelum travelling
adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi.
16 komentar: