Mendalami Esensi Kehidupan di Masyarakat Tambak

00.07 Azwar Aff 0 Comments




Guru teater kami pernah berkata “Utamakanlah Proses, Karena Proses tidak akan menghianati hasil”. Itu yang membentuk kami anak anak teater untuk terus menjaga mimpi dalam koridor yang harus diperjuangkan. “Teruslah berproses dan percaya, masalah hasil bukan kuasa kita” tambah beliau, guru teater kami yang sangat kami banggakan.



Adalah ketika kami diajak menyusuri sebuah desa dengan pola hidup yang kurang peduli dengan kesehatan diri dan lingkungan. Ditambah dengan tanah tandus dan tidak mememungkinkan adanya pertanian. Air bersihpun susahnya minta ampun.  Tujuannya sudah pasti, kami dipakasa hidup berdampingan agar rasa syukur timbul dalam diri kami. Kejadian yang weird sering terjadi disini, salah satunya ada dua anak kecil telanjang tiba-tiba berlari ke got depan rumah untuk Bab, dan orangtuanya hanya santai mengawasi seperti hal sangat lazim. Can you imagine that?, dan got di depan rumah ini, sudah mampet, berwarna hijau, berbau busuk dan menjadi “tempat pembuangan akhir”.

Setiap tahun pasti ada KKN disini, entah itu dari UNDIP, UNNES, dan Universitas lokal Jepara tentunya untuk berusaha mengubah pola hidup masyarakat. Namun mohon maaf, masih belum terlihat perubahannya. Menurut analisis guru teater kami yang seorang Sarjana Ekonomi, “Pola hidup buruk ini dibentuk dari pertama kali mereka melihat dunia, bertahun-tahun mereka hidup dengan pola hidup yang dianggapnya wajar dan bak-baik saja. Untuk mengubahnya pun perlu waktu bertahun-tahun pula tentunya”.

Mayoritas kepala keluarga hidup dengan hasil laut atau tambak mereka. Berangkat melaut pagi buta pulang pagi lagi, satu hari libur, dan esoknya mengulang hal yang sama lagi. Harus ada gebrakan besar untuk mengubah kebiasaan. Satu-satunya cara mengubah kebiaasan adalah dengan kebiasaan.

Guru kami adalah sosok hebat dengan pemahaman yang luar biasa, malam saat kami memberikan pertunjukan teater kepada warga desa, kami menyusun naskah sebaik mungkin dan menggunakan lakon yang bisa diterima dan dimengerti warga. Namun keadaan tidak bersahabat, asumsi kami meleset. Lakon kami membuat warga gagal paham dan itu menjadi sumber utama penonton menurun drastis. Hanya tersisa hitungan jari. Namun guru kami tidak menghentikan pertunjukan itu, beliau melanjutkan pertunjukan sampai tidak ada lagi orang yang menonton, dan otomatis itu membuat kami down. Teater ria yang ditonton bangku-bangku.

Namun setelah pertunjukan selesai, kami baru mengetahui arti semua didikan aneh guru kami itu. Bahwa dalam hidup itu ada masalah besar yang cara mengatasinya hanya dengan penerimaan. Ya bensar, kami didik untuk tangguh disetiap keadaan ketika semua usaha keras kita tidak menghasilkan. Karena Tuhan selalu melihat proses dan manusia selalu menuntut hasil.

Banyak yang kami pelajari selama dua hari disini. Kami daiajari untuk selalu bersyukur dengan apa yang kita punya, melihat secara langsung bagaimana pendidikan mengubah pola hidup dan pola pikir, dan juga kami belajar hidup dari panen ikan ditambak yang sebenarnya hanya sebagai ajang senang-senang kami.








Azwar

You Might Also Like

0 komentar: