Mendalami Esensi Kehidupan di Masyarakat Tambak
Guru teater kami pernah berkata “Utamakanlah Proses, Karena Proses
tidak akan menghianati hasil”. Itu yang membentuk kami anak anak teater untuk
terus menjaga mimpi dalam koridor yang harus diperjuangkan. “Teruslah berproses
dan percaya, masalah hasil bukan kuasa kita” tambah beliau, guru teater kami
yang sangat kami banggakan.
Adalah ketika kami diajak menyusuri sebuah desa dengan pola hidup yang kurang
peduli dengan kesehatan diri dan lingkungan. Ditambah dengan tanah tandus dan
tidak mememungkinkan adanya pertanian. Air bersihpun susahnya minta ampun. Tujuannya sudah pasti, kami dipakasa hidup
berdampingan agar rasa syukur timbul dalam diri kami. Kejadian yang weird sering terjadi disini, salah
satunya ada dua anak kecil telanjang tiba-tiba berlari ke got depan rumah untuk
Bab, dan orangtuanya hanya santai mengawasi seperti hal sangat lazim. Can you imagine that?, dan got di depan
rumah ini, sudah mampet, berwarna hijau, berbau busuk dan menjadi “tempat
pembuangan akhir”.
Setiap tahun pasti ada KKN disini, entah itu dari UNDIP, UNNES, dan
Universitas lokal Jepara tentunya untuk berusaha mengubah pola hidup
masyarakat. Namun mohon maaf, masih belum terlihat perubahannya. Menurut analisis
guru teater kami yang seorang Sarjana Ekonomi, “Pola hidup buruk ini dibentuk
dari pertama kali mereka melihat dunia, bertahun-tahun mereka hidup dengan pola
hidup yang dianggapnya wajar dan bak-baik saja. Untuk mengubahnya pun perlu
waktu bertahun-tahun pula tentunya”.
Mayoritas kepala keluarga hidup dengan hasil laut atau tambak mereka. Berangkat
melaut pagi buta pulang pagi lagi, satu hari libur, dan esoknya mengulang hal
yang sama lagi. Harus ada gebrakan besar untuk mengubah kebiasaan. Satu-satunya
cara mengubah kebiaasan adalah dengan kebiasaan.
Guru kami adalah sosok hebat dengan pemahaman yang luar biasa, malam
saat kami memberikan pertunjukan teater kepada warga desa, kami menyusun naskah
sebaik mungkin dan menggunakan lakon yang bisa diterima dan dimengerti warga. Namun
keadaan tidak bersahabat, asumsi kami meleset. Lakon kami membuat warga gagal
paham dan itu menjadi sumber utama penonton menurun drastis. Hanya tersisa
hitungan jari. Namun guru kami tidak menghentikan pertunjukan itu, beliau
melanjutkan pertunjukan sampai tidak ada lagi orang yang menonton, dan otomatis
itu membuat kami down. Teater ria yang ditonton bangku-bangku.
Namun setelah pertunjukan selesai, kami baru mengetahui arti semua
didikan aneh guru kami itu. Bahwa dalam hidup itu ada masalah besar yang cara
mengatasinya hanya dengan penerimaan. Ya bensar, kami didik untuk tangguh
disetiap keadaan ketika semua usaha keras kita tidak menghasilkan. Karena Tuhan
selalu melihat proses dan manusia selalu menuntut hasil.
Banyak yang kami pelajari selama dua hari disini. Kami daiajari untuk
selalu bersyukur dengan apa yang kita punya, melihat secara langsung bagaimana
pendidikan mengubah pola hidup dan pola pikir, dan juga kami belajar hidup dari
panen ikan ditambak yang sebenarnya hanya sebagai ajang senang-senang kami.
Azwar
0 komentar: