Karimunjawa dan Masyarakatnya

00.29 Azwar Aff 0 Comments

Pilih pantai atau gunung?, sering banget pertanyaan ini muncul dari man teman perkuliahan. ini sebenernya pertanyaan macam apa. Sama sekali tidak berfaedah. Paling-paling ya man teman ini pelesir hanya meramaikan stori dan feed ig. kan gaya itu namanya. Kadang ada yang temennya naik gunung terus nitip salam dengan tulisan di kertas terus di foto. Lalu akan muncul pernyataan balasan dari pendakinya bilang gini, “lu piker gampang apa naik gunung, lu seenak jidat nitip nama lu diatas gunung”. I don’t give a shit.

Kembali ke pertanyaan pilih pantai atau gunung. Secara pribadi aku lebih memilih masyarakat baru. Pokoknya di tempat yang baru dengan kehidupan yang baru sudah menjadi capaian yang emosional buatku pribadi. Sepurane nek sok puitis. Weekend pertama agustus ini aku mendapat kesempatan kerja sambil berlibur di Pulau Karimunjawa. Sambil persentasi ke client sambil juga me refresh otak yang sumpek.

Yang menarik dari Karimunjawa adalah tranformasinya yang begitu cepat dari yang dulunya sumber pengahasil ikan menjadi penghasil devisa. Apa itu devisa aku nggak ngerti. Tiga hari tanpa guide membuat aku menjadi manusia bebas merdeka dan berdaulat.

Tiba aku di pantai Nirwana, yang sebenernya adalah resort dan tidak untuk publik. Tapi ya bodo amat. Indah sangat indah bahkan bukan seperti di Jepara. Sepi, damai hidup, dan memaafkan, mungkin itu yang dijual dari Karimunjawa.

Selanjutnya adalah Pantai Legon Lele. Pantai ini memang sengaja dikomersilkan bagi yang membuka lahan. Ada cerita unik di balik pantai ini. Cerita asli dan terverifikasi dari ibu-ibu penjual gorengan. Karena Pulau Karimunjawa Besar atau pulau utama terdiri dari hutan belantara dan pantai-pantai yang masih semak belukar. Lalu ada manusia keren bernama Dwik atau nama asingnya adalah Stefano, adalah seorang lokal guide khusus bule-bule. Mas Stefano ini emang terkenal berani alias ceplas ceplos kepada tamu yang dibawanya. Berkat ceplas-ceplosnya banyak tamu-tamu wanita bule yang jatuh hati kepada beliau, Mas Stefano. 




Karena banyak wanita yang jatuh hati, terjadilah cinta segita yang dramatis. Mas Stefano punya dua wanita bule. Dari Prancis sebut saja Mawar dan dari Afrika sebut saja Melati. Mas Stefano harus memilih salah satu. Suatu hari Mas Stefano sengaja menemukan dua wanita yang tersakiti ini di Hotel Paragon Semarang. Dijelaskanya semua yang terjadi, bahwa memang iya Mas Stefano ini punya dua pacar. Dan hari ini Dia harus menentukan pilihan.

“Barangsiapa yang mau pindah ke agamaku, itu yang akan menjadi pendampingku”, ucap Mas Stefano. Dua wanita beda ras dan bangsa ini menanagis tersendu-sendu. Akhirnya Mbak Mawar dengan pertimbangan matang besedia pindah agama dan memeluk erat cinta Mas Stefano. Hari itu Mall Paragon berduka.

Lha singkat cerita Mas Stefano dan Mbak Mawar ini menikah di Indonesia. Mereka bahagia kayaknya, tapi Mas Stefano harus ditinggal bekerja Mbak Mawar di Prancis sebagai pramugari. Mbak Mawar inilah yang menjadi sumber dana Mas Stefano. Padahal Mas Stefano ndak minta tapi terus dikirimi Mbak Mawar. Lha uang kiriman inilah yang digunakan Mas Stefano dan keluarganya di Indonesia untuk membuka lahan untuk pantai di Legon Lele. Membangun sarana prasarana dan bar kitchen dengan kearifan lokal di pantainya.

Pantainya indahnya bukan main, viewnya pantai bersih mengkilap dan dibingkai dengan hijaunya perbukitan yang menyejukan. Keyen pokoknya. Dah dulu ya nanti disambunng lagi, mau ngopi sama udut-udut dulu.




Azwar, 19 Tahun

0 komentar: