Jogja Istimewa dengan Budaya Pendidikan

00.16 Azwar Aff 0 Comments


Jogja selalu identik dengan budaya dan sejarah panjang berdirinya Republik ini. Universtitas besar penghasil manusia intelek berdiri gagah disini. UGM, UNY, ISI dan puluhan PTS terakreditasi A. Tak salah jika disebut Kota Pendidikan. Setelah maghrib televisi diharamkan. Masyarakat harus belajar di jam prouktif itu. Aku dan temanku menyempatkan berpelisir di sela-sela seleksi masuk kuliah yang melelahkan. Dengan meminjam motor saudara yang ada di Bantul. Kami menjelajah Jogja tanpa guide. Lebih baik nyasar dariapada nanya. Itu semboyan iklan rokok yang harus kita pegang.



Kami mulai dengan wisata pendidikan ke kawasan manusia intelek. UGM. Disepanjang jalan, taman, bahkan toilet dipenuhi dengan pemikiran yang melesat jauh menembus sekat kejahliyahan manusia. Mahasiswanya datang dari seluruh pelosok negeri dan akan menyebar ke seluruh dunia dengan mengemban misi prodi mereka masing-masing. Jokowi, Ganjar, Amin Rais adalah sedikit contoh alumni sukses buah hebatnya pendidikan UGM. Logat yang berbeda dari setiap daerah menambah keunikan lingkungan intelek ini. Kalau temanku menyebutnya “Little Indonesia”. Tapi sayang aku nggak tertarik untuk kuliah disini.

Menjelang sore, kami menuju selatan melewati banyak bangunan menjulang. Sesak lalu lintas, asap kendaraan saling beradu. Jogja sesak nafas kala sore hari. Melewati banyak universitas swasta dengan baner promosi pmbnya masing-masing. Tujuan kami selanjutnya adalah Malioboro. Destinasi wajib para pelancong. Entah apa yang membuat jalan ini istimewa, padahal isinya hanya toko souvenir saja. Namun apa boleh dikata, inilah Malioboro little of the world. Oh ya kalau kalian backpacker yang minim dana, jangan coba-coba makan di sepanjang jalan maliboro. Mahal kang mas. Bikin dompet jebol. Cukup beli souvenir saja disini. Kalau kita dari Malioboro menuju timur dekat stasiun tugu, maka akan kita temukan “Sarkem” pusat prostitusi Jogja. Cukup lihat aja nggak usah main dengan alasan apapun.



Kami terus menuju selatan meniggalkan malioboro. Melewati jalan 0 Km Jogjakarta. Disini kita bisa berfoto dengan aneka cosplay. Ada Transformers, Hello Kitty bahkan hantu top Indonesia. Pocong. Tujuan kami selanjutnya adalah alun-alun selatan. Bagian paling terkenal adalah dua pohon beringin besar yang melegenda. Barangsiapa yang bisa melewati tengah pohon ini dengan mata terutup, maka …….. . Udah jangan percaya dengan mitosnya. Disini juga ada becak-becak hias yang bisa disewa untuk memutari alun-alun. Tak berselang lama, kami bosan. Kami terus menuju ke selatan. Industry kreatif jogja memang sangat ketat. Beda dengan Jepara. Di Jogja manusianya terus berinovasi menciptakan produk baru yang keren-keren. Seni disini dijunjung tingi dalam kehidupan. Berbeda sekali dengan Jepara. Banyak produk Jepara yang mengadopsi Jogja. Tak usah disebutkan lha.




Memasuki kawasan sejarah dan seni. Jalan Parangtritis Km 6,5. Sekitar 10 menit dari alun-alun. Kami sempatkan mampir di ISI YK. Tempat seniman besar Indonesia di lahirkan. Kalau membandingkan dengan kawasan UGM memang bertolak belakang. Mahasiswa disini persis seperti tukang bangunan penampilannya. Rambut gondrong, di semir, celananya sobek-sobek dan motornya vespa dengan knalpot tanpa filer. Sama sekali tidak terlihat seperti manusia bependidikan layak UGM ataupun UNY. Namun mahasiswa seni adalah pembelajar kehidupan yang baik. Tampil apa adanya tanpa rekayasa. Waktu sudah malam dan kami harus beristirahat karena besok harus kembali ke Jepara untuk menyambung hidup. Lakukan perjalan agar kamu tahu arti perjuangan.




Azwar, 17 Tahun.

You Might Also Like

0 komentar: